Edited by Chela. Powered by Blogger.

Kamu tau hadiah terindah dari Tuhan itu apa?

adalah  KAMU.

Dalam doa tak pernah kusebut namamu, tak pernah ku meminta kehadiranmu, namun semua terjadi karena ridhoNya. 




Purwodadi, 13 Desember 2014
Enam hari menjelang kau ucap sumpah sehidup semati.

Dibalik Sikap Ibu

Ibuku tidak tamat SD, tetapi beliau adalah sosok yang sangat luar biasa bagi saya. Mungkin untuk menyadari bahwa beliau adalah sosok yang luar biasa sangatlah terlambat, karena memang ada jarak antara saya dengan ibu. Bahkan yang menyadarkan saya bahwa ibu itu segalanya adalah ruang yang menyeramkan yang bernama ICU. Ah ya, aku tak ingin ibu berada di tempat itu lagi.

Dengan kesederhanaan yang dimiliki, beliau mendidik dengan caranya yang keras dan disiplin bersama bapak. Bagiku sosok ibu sangat galak, tidak mau menuruti apa yang saya mau dan kolot. Tetapi didikan ibu memang terasa ketika saya sudah beranjak dewasa dan secara otomatis saya memaklumi mengapa ibu bersikap seperti itu.

Suatu hari sepulang sekolah, ibu mengayuh sepeda dibawah teriknya matahari. Berbagi boncengan dengan saya  yang kala itu masih mengenakan seragam taman kanak-kanak. Sepanjang perjalanan ibu mengajari saya bernyanyi dan berhitung, mungkin agar saya tidak merasakan panasnya matahari dan panasnya pantat karena lama berboncengan. Rutinitas itu dikerjakan ibu setiap hari selama saya sekolah TK, jarak yang cukup jauh tidak menyurutkan semangatnya untuk menyekolahkan dan mengantar jemput saya. Bagi ibu, pendidikan adalah hal yang sangat penting. “Ibu nggak lulus SD, tapi anak-anak ibu harus bisa sekolah setinggi-tingginya” begitulah prinsip yang beliau pegang.  Alhamdulillah dengan segala ikhtiar dan prihatin bersama bapak, jenjang demi jenjang pendidikan bisa saya dan mbak selesaikan. Sering ibu bercerita bahwa jika perempuan itu pintar maka nantinya akan bisa mandiri tanpa harus menggantungkan orang lain termasuk suami, bahkan jika memiliki pendidikan yang tinggi perempuan tidak akan diremehkan laki-laki. “Biar saja ibu yang bodoh nggak sekolah, tapi ibu harap anak-anak ibu bisa jadi orang yang pintar” begitu pesan beliau sampai sekarang. Dari ini aku belajar bahwa beliau ingin anaknya kelak menjadi orang yang sukses dengan bersekolah.

Cerita lain, dikala saya duduk di bangku SMA dan menikmati indahnya masa putih abu-abu. Masa dimana gejolak kawula muda sangat menggebu-gebu. Bagiku masa SMA tak seindah anak-anak yang lain, mereka bisa merasakan pergi bersama teman-temannya sampai malam, merasakan enaknya jatuh cinta dengan teman sekelas atau kakak kelas atau bahkan adik kelas, atau bahkan menikmati malam minggu dengan berkumpul-kumpul. Ibu adalah satpam yang paling menyeramkan, beliau disiplin dalam menerapkan peraturan jam belajar dan jam malam dirumah. Bahkan sampai tamu laki-laki pun dia sangatlah membatasi atau bahkan tidak ada yang berani datang kerumah. Karena bagi ibu, belum saatnya aku menerima tamu laki-laki dan bahkan merasakan yang namanya pacaran. Ketakutan ibu saat itu adalah karena pergaulan waktu itu cukup rentan dengan kenakalan remaja, ibu takut jika sekolah saya tidak lulus karena kenakalan remaja yang disebut hamil diluar nikah. Ah… sering sekali konflik dengan ibu dan merasa “kenapa ibu tidak pernah percaya denganku?”. Sama halnya dengan yang diterapkan dalam mendidik mbak kala itu, saat aku curhat dengan mbak dia hanya bilang “ibu memang begitu, nurut saja sebenarnya ibu sayang dan ingin menjaga anak-anaknya agar tidak salah dalam pergaulan”. Ya, setelah dewasa sayapun sadar bahwa anak perempuan itu memang butuh proteksi yang luar biasa tentu dibarengi dengan kepercayaan.

Kisah lain adalah ketika ibu sedang bertengkar dengan bapak. Jika dipikir-pikir biang keroknya saya. Pagi itu, masih terlalu pagi menurut saya. Ibu menggedor-gedor pintu kamarku, karena masih ngantuk sayapun malas-malasan untuk membuka. Begitu pintu kamar terbuka sebuah tamparan mendapat dipipi saya. Nangis seketika itu! Dan ibu memperlihatkan sebuah kertas yang malam itu seingat saya tertulis ungkapan kekesalan saya dengan ibu dan bapak. Mungkin karena saya merasa kurang diperhatikan, kurang disayang, dan saat itu meminta sesuatu namun cara saya salah. Merasa tidak terima saya ditampar bapak langsung memarahi ibu dan akhirnya adu mulut terjadi, saya hanya diam sambil menangis. Perkataan ibu yang saya ingat adalah “aku nggak mau punya anak manja yang apa-apa harus selalu dituruti! Kelak dia jadi orang tua dan hidup mandiri, jadi dia harus belajar menghargai orang tuanya”. Pertengkaran pagi itu, sampai sekarang masih sering terlintas diingatan dan jujur saya menyesal karena keegoisan saya telah melukai ibu kala itu. Jujur tamparan itu bikin kapok!

Ibu mengajari saya dengan jutaan teladan yang tidak bisa saya ceritakan semuanya. Ya, dibalik kerasnya ibu beliau selalu ingin mengajarkan dan memberikan yang terbaik sebagai bekal dikehidupan nanti. Ada satu pesan yang sering beliau katakan kepada saya “jika ibu nggak ada nanti, ibu minta sama mbak yang akur karena bagaimanapun juga mbak nantinya yang akan menjadi seperti ibu untuk kamu”. Dan saya nangis bombai mengetik ini semua, betapa nakalnya saya merasa tidak terima dengan cara mendidik ibu.


Hatinya selembut kapas namun ditutupi dengan sikap keras dan displin, hatinya penuh dengan lautan maaf terhadap semua kenakalanku, sempat hatinya penuh curiga dengan teman lelakiku yang membuatku enggan belajar, bahkan hatinya penuh dengan keikhlasan hidup sederhana demi kesuksesan pendidikan anak. Seperti yang saya katakan diawal, saya terlambat menyadari bahwa ibu adalah segala-galanya. Mungkin jika ibu tidak berada diruang ICU itu aku masih mengedepankan egoku demi kesenangan saya. Pelukannya sepulang dari tanah suci, dan bau tubuhnya yang penuh balsem kala itu menyadarkan saya bahwa tanpa ibu dan bahkan bapak saya tidak akan menjadi seperti saat ini. Bekal ibu untuk saya nanti sudah terlalu banyak atau bahkan kurang, namun saya yakin ibu sudah memberi yang ter ter terbaik. Ya, seluas samudra pun mungkin tidak akan bisa mewakili hati ibuku, karena ibuku luar biasa! Terima kasih bu untuk semua kasih sayangmu selama ini, terimakasih juga kau pilihkan calon suami untukku.