Sekarang Aku Tahu Seporsi Nasi Goreng Sangat Berharga Buat Ibuku
Waktu itu... Aku tidak tahu jika suasana rumah sedang tak baik-baik saja. Aku yang baru saja pulang dari kost, melepas lelah di kasur depan TV bersama ibu. Sebelumnya, aku merengek ke bapak untuk sekedar diajak pergi ke luar rumah. Lihat simpang lima dan pulangnya membawa jajanan entah apapun itu.
"Badan ibu yang ini sakit, kemarin bapakmu ngamuk. Padahal ibu cuma minta beli nasi goreng babat di Pak Darman!" Ucap ibu sambil mengelus pinggangnya.
Akupun terdiam. Tak berani banyak berkata. Hanya saja aku tak lagi menyalahkan sana sini. Ya, hidupku sangat dekat dengan KDRT. Itulah traumaku sampai sekarang. Bahkan kadang aku merasa seperti menerima karma dari sikap bapak ke ibuku dulu. Entahlah... Setiap kali aku melihat berita tentang KDRT dan perselingkuhan, hatiku sakit.
Kembali ke kisah nasi goreng, malam itu aku urungkan rengekanku ke bapak. Demi ibuku. Lantas aku kembali menyalahkan diri. Karena aku tidak tahu kejadian itu. Mbak yang menjadi saksi hidup dan dia lebih tersiksa dengan traumanya. Bahkan saat itu mbak mengancam akan melaporkan bapak ke polsek.
Nasi goreng bagi ibuku adalah sesuatu yang mewah. Ibuku adalah seorang ibu rumah tangga. Ibu yang dulunya tidak lulus sekolah dasar tapi mampu menjadikan anaknya hingga menjadi sarjana. Yang mampu menemani bapak hingga karier pengawasnya gemilang. Yang mampu menemani bapak dari masa susah hingga mapan dalam berumah tangga. Hingga menjelang akhir hayatnya, masih yang sibuk dengan kesibukan di sawah. Ah... Kalau kutulis lagi bisa - bisa sumpah serapah aku keluarkan untuk bapak.
Dan kenapa aku menulis tentang nasi goreng ini?
Entah.. Pikiranku sedang berkelana. Kesibukan dengan tiga orang anak membuatku seolah lupa untuk memperhatikan diri sendiri. Urusan rumah yang sebelumnya ku handle bersama papa ternyata sangat menyita tenaga. Bahkan kesibukan dengan Berli sangat mengurangi waktuku bersama Mutiara, Intan, begitupun sekedar berduaan dengan papa.
Dan rasa lelah itu menjadi api dalam rumah tangga kami. Dari aku yang minta diperhatikan, diperhatikan tapi masih kurang, capek tapi harus menjalani hari-hari yang berat itu. Belum lagi endapan emosional saat proses mencari pengganti pengasuhnya anak-anak. Ya allah ya robbi... Dekat dengan saudara dan orang tua bukan berarti aku dirangkul dan sebatas jagain Berli sementara aku ngajar. Nangis dan nangis.
Di rumah untuk 24/7 itu memang tidak mudah apalagi di masa sekarang dimana sosial media gencar memperlihatkan kesibukan ibu rumah tangga lainnya. Jika dulu ibu tidak mengenal apa itu hp dan facebook, sekarang nyeplok telur saja bisa menghasilkan dolar di facebook pro. Atau joged-joged dengan kondisi rumah yang masih berantakan juga nongol. Aku memang agak keras dengan diri sendiri manakala harus menuntut rumah rapi dan bersih sementara ada tiga anak. Padahal papa juga membantu tapi tetap saja semua terasa kurang dimataku. Bagaimana dengan ibu yang dulu cuma di rumah saja. Hiburannya ibu adalah ke sawah, menjahit baju juga ikut sebagai asisten perias. Aku tahu betul ibu sering berkata kepada teman riasnya "njenengan mbak bisa nyari uang sendiri, nggak disepelekan wong lanang!" Lalu curhatan berlanjut lebih dalam.
Honor tiga puluh hingga lima puluh ribu bisa menjadi simpanan ibu untuk belanja. Bahkan membeli nasi goreng Pak Darman. Namun terkadang permintaan sederhana ibu tidak serta merta dikabulkan. Ah andai saja saat ini ibuku masih ada, tidak hanya nasi goreng Pak Darman, mau jajan apa juga akan aku usahakan.
Seporsi nasi goreng menjadi sangat berarti bagi ibuku karena bisa jadi sebagai selingan dari masakan rumah. Makanan mewah yang tidak setiap hari ibu santap, bahkan hiburan dengan melihat lampu kota juga proses memasak nasi goreng yang masih menggunakan tungku angklo kecil dan arang. Ah ibu...
Semua ingatan itu pernah aku ceritakan ke papa. Seperti biasa dia bagian menyimak tanpa ada komentar apapun. Dan aku ingin menutup tulisan ini seperti dengan pesanku setiap kali aku berusaha mengurai ingatanku dari trauma pengasuhan bapak ibu...
"Jangan sakiti aku apapun bentuknya... Kalaupun aku masih banyak kurangnya, bantu aku untuk menjadi lebih baik dari kemarin dan jangan sampai trauma itu terus ada di diriku".
Bahkan disaat hamil Berli papa selalu menanyakan satu hal ketika menjelang makan malam... "Mama mau nasi goreng depan terminal?" ☺
0 comments
Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)