Suatu siang di depan teller bank daerah. Aku sedang duduk mengantri buku tabungan selesai dicetak. Transkasi setor tunai hari itu untuk menyelamatkan alokasi sertifikasi yang memang aku lebih tenang jika di pindah rekening. Tak seberapa banyak memang, hanya saja aku bersyukur bahwasanya jerih payah menuntut ilmu selama ini bisa untuk membantu keluarga kecil ini.
Akupun melihat seorang ibu-ibu. Wajahnya tenang, suaranya lembut dan teduh. Kalau kata anak sekarang, beliau adalah ibu-ibu soft spoken. Kebetulan aku tahu nama beliau dan beberapa kali sudah pernah berinteraksi. Setelah mengucapkan salam ketika masuk ke ruangan yang memang kecil ini, beliau segera menyampaikan maksud kedatangannya ke mbak-mbak teller. Sambil menunggu aku coba menyapa beliau.
"Nabung njih, Bu Is?" Sapaku basa-basi namun tidak di dengar oleh beliau. Justru mbak teller yang mendengar karena sedari tadi memperhatikan kami sambil menyelesaikan tugasnya di balik meja teller. "Bu Chela kenal ya?" Ketika mbak teller berkata begitu menengoklah Bu Isti kepadaku. Kujabat tangan beliau dan beliau memastikan siapakah diriku ini. Hahaha.
"Wajahnya tuh ingat banget aku, anaknya Pak Kusdi kan? Tapi namanya tuh lho... Maaf, ibuk lupa!" Ucapnya sambil terus memandang wajahku yang tak seberapa rupawan ini.
"Mbak Chela ini Bu Is!" Aku berucap dengan nada lembut mengikuti Bu Is. Hahaha. Ya gimana, aku mengenal beliau sebagai seorang guru ngaji gitu loh. Masa iyaa mode pecicilan aku tampilkan, ndak elok kan nantinya.
Dan kami mengobrol cukup lama...
Seperti biasa menanyakan kabar adalah awal percakapan kami. Lalu kemudian obrolan sampai pada menanyakan kondisi bapak. Tak perlu dijelaskan juga ya disini, yang pasti ketika aku bercerita ternyata Bu Is sudah bisa langsung menangkapnya.
"Pasti berat ya mbak saat itu?" Tanyanyaa...
"Berat banget, bu. Sampai aku ngerasa kok Allah jahat banget gitu. Padahal juga sudah minta jangan gini banget ujiannya, apalagi waktu itu lagi hamil." Ucapku sambil menerawang kembali di waktu itu.
Lalu banyak sekali yang Bu Is ucapkan. Kurang lebihnya begini.
"Mbak... Sebagai anak tentu kita juga boleh melarang asal dengan alasan yang tepat. Tapi jika kita tidak lagi didengarkan, ke siapa lagi kalau bukan ke Allah kita ngomongnya. Ditentang juga kita sebagai anak takut berdosa, diikhlaskanpun juga tentu ada ketakutan karena melihat kondisinya memang rumit. Tapiiii... Sejauh ini kita kan sudah diberikan banyak sekali nikmat, dikasih sedih juga dan Allah nggak ninggalin kita. Kurang baik apa? Allah tuh baik banget. Tugas kita cuma satu mbak, Taqwa."
Aku cukup diam termenung sambil mencerna. Lalu "tapi kan bu, maunya nggak begitu banget ujiannya!"
Dan Bu Is cuma tersenyum sambil menepuk bahuku... "Begini... Bilang aja di setiap solat atau setiap kali ingat. " Ya allah.. Aku ikhlas menjalani ini. Begitu yaaa, ikhlas, taqwa dan maaf kalau ibu ada salah ucap. Wassalamualaikum!"
Sebelum berlalu aku sempatkan untuk berjabat tangan dan kucium punggung tangan beliau.
tak·wa1 n 1 terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya;
2 keinsafan diri yang diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya;
3 kesalehan hidup.~KBBI~
0 comments
Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)