?

By Chela Ribut Firmawati - September 15, 2025

Jika tiba-tiba rumah bersih, halaman depan bebas rumput gulma, bawah pohon jambu dan tiang telepon bersih dari dedaunan kering. Atau matras yoga tertata rapi dengan dumble lima kiloan, speaker dimentokin volumenya dan berganti dengan outfit olahraga. Tanpa peduli anak-anak mengganggu yang penting keringat mengucur deras. Itu tandanya aku sedang...... yes!!!! meluapkan emosi. Emosi apa itu? yang jelas kekesalan dalam batin, marah, kecewa dan saking nggak bisa nangisnya jadinya aku luapkan dengan hal itu. 




Ternyata untuk berdamai dengan emosi tidak semudah itu. Banyak faktor yang kalau meniru komen dari orang paling dekat itu katanya aku kurang bersyukur, nyatanya enggak!!!! Ditambah in this economy semua mahal dengan gaji yang sekian itu dan pajak ataupun apalah yang bukan semakin murah melainkan semakin mahal. Belum lagi statement blunder yang beredar di media baik TV maupun sosial. 

Asli.... capeeeeeee.

Kadang mikir apa ini salah aku sebagai perempuan yang tidak bisa bijak dalam mengatur keuangan rumah tangga. Namun dihadapkan pada realita yang bahkan suami aja nggak tahu kalau harga telur hari ini sekilo dua puluh lima ribu, sedangkan seminggu kemudia menjadi dua puluh tujuh ribu. "Makanya jangan boros!!!" adalah sebuah kalimat mematikan yang dapat memicu gencatan militer dalam rumah tangga. 

Itu dalam rumah tangga, belum lagi dalam tuntutan kerja. Yang kali ini benar-benar membuatku burn out rasanya. Derasnya arus informasi di whatsapp grup yang aku tuh yakin banget paling juga nggak dibaca terlebih dulu dan langsung saja di forward tuh rasanya bikin parno meskipun hanya sekedar menerima notifikasi whatsapp. No wonder, okelah jika ada yang merasa. Tetapi aku sendiri juga berusaha mungkin supaya grup kelas nggak berisik. Sebijak mungkin memilah dan pada akhirnya aku memutuskan untuk sedikit demi sedikit meng-cut off media sosial, mengaktifkan mode silent, dan menerapkan alarm untuk tidur lebih cepat. 

Yang pembelajaran mendalam meski kalau dipahami lagi sebenarnya sudah diterapkan sejak lama jika melihat dari teori-teori, model dan strateginya. Yang pembelajaran coding juga nggak tahu musti bagaimana sementara membaca dasar saja masih punya PR 5 anak di kelas. Dengan kondisi yang ada terkadang aku merasa menjadi guru saat ini tuh kehilangan arah. Kebijakan yang ujug-ujug berganti, lagi dan lagi akar rumputlah yang kelimpungan. Dan kasihan juga anak-anak di kelas. 

Sampai pada akhirnya "yang penting datang, ngajar, anak-anak paham." sesimple itu. 

Belum lagi pandangan masyarakat yang mengatakan "enak ya jadi kamu!", "pegawai mesti duitnya banyak!", "kerja cuma jadi guru sih gampang!". Dan tiba-tiba aja kepingin jadi anggota DPR ya khan. Hahahaha. 

Intinya apa dari tulisan ini? Ya... menjadi dewasa tak seindah dari sudut pandangku sejak dulu. Menjadi dewasa ternyata memang harus memiliki banyak muka, namun jangan cari muka bahkan pencitraan dengan framing seindah itu sementara aslinya haduuuhhhh. Menjadi dewasa itu berat ketika kita rindu dengan anak kecil dalam diri kita. Rindu ketika menjadi anak cantik yang di sayang dan di ratukan oleh bapak dan ibu. Rindu yang apa aja tinggal bilang. Sementara saat ini, apa aja ya diwujudkan sendiri. 

Ketahuilah, semandiri apapun perempuan dia juga butuh untuk diperhatikan. Bukan sebagai ibu dari anak-anak, melainkan sebagai pasangan. Dan pertanyaannya, sudahkan pasanganmu mengerti akan hal itu? atau hanya memberikan judgement yang berujung ingin melempar nuklir di hadapannya?


entahlah... di dunia yang semakin terasa entahlah ini. Semoga kalian para perempuan hebat selalu di kuatkan!!!

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)