Apa yang terjadi jika tantangan dari Galang untuk menyiapkan soal ulangan IPAS sebanyak 100 butir soal bisa terwujud dalam waktu kurang dari lima menit? Aku mendapatkan wahyu dari Bandung Bondowoso meski tidak sampai semalam suntuk membuat soal ulangan harian IPAS tentang magnet. Cukup ketik dan cling, 100 soal jadi dalam waktu hanya sekitar 2 menit dan disusul dengan ketantruman Galang.
Kebayang bagaimana suasana kelasku sepagi itu? Riuh sekaleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee 😏
"Jangan 100 soal, bu!" Galang histeris di tempat duduknya sementara teman-temannya yang lain be lyke "emang beneran bu Chela sudah selesai membuat soalnya?", "beneran ada 100 soal?", "aduuuhh... nanti gimana kalau 100 soal beneran?".
Tak sedikit yang menyalahkan Galang "kamu kok, Lang!", "Udahlah Galang aja yang ngerjain 100 soal, bu!". Meskipun tetap saja masih ada yang ternganga dengan keriuhan kelas dan belum percaya bahwa 100 soal ulangan IPAS sudah siap untuk aku print.
"Ahhh... Bu Chela bohong, ya!" April dan Navisha masih meragukanku sampai akhirnya aku angkat laptop ini dan menunjukkan lembar word dengan soal yang sudah tersusun rapi. Baru deh mereka kicep!
Dengan sombongnya aku berkata di depan kelas "Bu Chela kok dikasih tantangan, lha ya tak libas!" disusul dengan kegelisahan ke tiga puluh empat muridku pagi ini. Dan lucunya mereka gelisah itu ditunjukan dengan ngomel sendiri, ada yang memarahi Galang lagi, gesture tubuhnya terlihat kurang nyaman seperti ulet kepanasan. Bahkan Ainul juga melakukan negosiasi jumlah soal ulangannya.
Apapun itu kalian diaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaammmm! hahahahaha.
Nggak... aku nggak mengatakan seperti itu, namun aku tetap mengatakan bahwa akan ada 100 soal yang harus mereka kerjakan. hahaha.
Dear Gemini, Chat Gpt, Copilot, Terimakasih Sudah Memudahkanku!
Ya.. kemudahan itu aku dapatkan dengan memanfaatkan gemini ai. Nggak afdol jika aku tidak ikut meramaikan dikit-dikit AI, pakai AI, inovasi pembelajaran berbasis AI atau apalah itu. Heeeeyyy, aku mengenal AI itu semenjak 2023 dimana aku pertama kali menggunakan chat gpt untuk membuat RPP. hahaha. Kalian kemana aja? :p
Kebetulan memang dua minggu lalu aku mengikuti pelatihan Gemini AI yang pengimbasannya sudah aku lakukan tetapi belum mengikuti tesnya. Dahlah nggak mau pusing lagi karena menjelaskan gemini ai dan lain-lainnya dengan bahasa bayi ke generasi boomer dan milenial itu chalenging sekali. Kalau untuk gen Z, kecanggihan AI ini sudah hal biasa. HAL LUMRAH. Nah lho...
Memang saat ini kita dihadapkan dengan perkembangan teknologi yang begitu deras. Bahkan ironinya ketika AI ini juga ikut masuk ke ranah pendidikan, tetapi realita pendidikan di Indonesia adalah ruangan kelas (masih) era lama, gurunya juga (masih ada) model lama, sementara muridnya adalah gen Z. In case aku mengatakan sesuai dengan lingkup kerjaku bahwa perkembangan teknologi tidak serta merta diikuti kemauan guru untuk upgrade diri. Dipaksapun juga akan kembali ke zona "kan dulu aku begitu diajarinnya". Dulu ya... Dulu.
Lalu dengan adanya AI ini memang kita dimudahkan sekali. Membuat rencana pembelajaran, breakdown CP ke ATP, modul aja diferensiasi, game intersktif. Ah pokoknya silakan googling sendiri manfaat AI.
Intinya dengan adanya AI ya jangan ditelan mentah begitu saja. Bahasa mesin tentu berbeda dengan hasil pemikiran manusia. AI kan sistem kerjanya mengikuti otak manusia jadi jangan di dewakan banget. Bijaklah dengan menggunakan AI. Jangan dikit-dikit " Udah gampang kan ada AI!" Bahkan ketika aku menulis naskah untuk proyek buku juga ada saran masuk "nulis aja pake bantuan AI, mbak!" gimana ya... Sebagai orang yang selalu berupaya membuat karya yang original, hatiku patah aja rasanya. Ga semua tulisan bisa enak dibaca bukan?
Jadi tetap saja makasih untuk gemini, chat gpt, copilot karena sudah mewarnai kemudahanku dalam berteknologi
Bijak Menggunakan AI adalah Keharusan.
Sudut hatikupun juga menyimpan keresahan jika sekaranh sedikit-sedikit AI bahkan digadang-gadang sebagai sebuah inovasi dalam pendidikan. Aku takut akan hilangnya rasa orisinalistas karya hasil dari pemikiran otak manusia.
Ingat video mantan menkeu yang mengatakan guru adalah beban negara. Gempar kan itu seindonesia padahal itu bukan video asli melainkan sudah ada sentuhan AI. Sedihnya adalah kita masih dihadapkan kepada netijen yang dengan mudahnya membagikan informasi tanpa diteliti dulu sementara penerimanya mudah sekali percaya. Selevel kepala sekolah aja ada loh info yang langsung di forward TANPA dibaca dulu dan itu banyaaaakkkk!!!! Think before posting or sharing. Makanan apa itu!
Dan ditengah gembar gembornya AI, coding dan tetek bengeknya, mungkin ada sedikit yang terlupa adalah bagaimana kita menyikapi ini. Ketika banyak sekali pelatihan "cara membuat pembelajaran interaktif dengan AI" atau apalah itu, kita mungkin belum memikirkan bahwa bagaimana kedepannya kita menyiapkan sumber daya manusia yang siap menghadapi kecanggihan AI ini.
Bisa jadi sekolah juga akan menggunakan AI dengan lebih masif seperti pelatihan gemini yang harus diimbaskan ke rekan guru. Bahkan kita akan dihadapkan juga kepada murid yang jauh lebih mengerti tentang AI. Who knows... Zaman sudah bukan lagi tentang guru yang serba tahu. Dari murid kita belajar juga bukan?
Jadi aku lebih prefer untuk mempersiapkan murid dalam menghadapi gempuran AI ini. Mengajak mereka berfikir supaya tidak mudah termakan dengan informasinyang belum tentu kebenarannya. Juga membekali bahwa teknologi juga harus digunakan dengan bijak agar mereka tidak kalah perannya nanti di masyarakat.
Ibarat dua mata pisau nggak sih ini AI. Memudahkan iyaaa, mengancam juga iya. Hmm... Menjadi guru sejarang tidak sesimpel era Oemar Bakri ya?

.png)


0 comments
Silahkan tinggalkan jejak di blog guru kecil ya. Mohon untuk tidak memberikan LINK HIDUP dalam kolom komentar. Jika memang ada,komen akan di hapus. Terimakasih;)